Sejarah Perkembangan Islam di Inggris
Islam mulai tersentuh di Inggris sekitar abad 16 namun mulai
berkembang sekitar abad 18. Awal masuknya islam ke Inggris berawal dari
imigran dari Yaman, Gujarrat, dan negara timur tengah
lainnya. Setelah dibukanya terusan Suez pada tahun 1869 dan sejalan dengan
meluasnya ekspansi kolonial Inggris, para pendatang muslim itu semakin lama
semakin banyak dan mulai membentuk pemukiman baru di kota-kota pelabuhan
seperti Cardiff Shout Shields (Dekat Newcastle), London, dan
Liverpool. Lama kelamaan umat muslim yang berada di inggris membuat masjid
untuk beribadah mereka, walaupun hanya beberapa masjid yang baru di bangun.
Umat muslim yang berada di inggris juga banyak melakukan kegiatan sosial dan
partisipasinya di dalam universitas yang ada di inggris.
Organisasi-organisasi islam juga mereka ciptakan di negri inggris,
diantaranya organisasi jamaat al-islam, The Muslim Brotherhood, The Union
of Muslim Organization, The Federation of Student Islamic Societis (FOSIS) dan
masih banyak lagi.
Sejarah Masuk islam
abad 16 – 17 di Inggris
Pada abad XVI-XVII kekuatan armada laut Muslim sangat
mendominasi laut Mediterranean. Ekspansi Muslim telah mencapai Istanbul sebagai
pusat imperium Turki
Usmani, Aleppo sebagai jalur penting yang dilalui silk roat, Beirut
sebagai pelabuhan besar yang disinggahi kapal-kapal Eropa, Jerusalem sebagai
kota yang banyak diminati para peziarah; Cairo sebagai kota pusat perdagangan;
dan Fez sebagai kota yang sangat maju dan terkenal pada saat itu. Ketika armada
Spanyol dipandang sebagau ancaman yang menghantui Inggris, Ratu Elizabeth pada
pertengahan tahun 1580 tidak ragu-ragu untuk meminta Sultan Murad (penguasa
Turki Usmani) membantu armada laut Inggris melawan orang-orang Spanyol.
Ketimbang dengan negara-negara Eropa, Inggris lebih menyukai menjalin hubungan
perdagangan secara luas dengan negeri-negeri Muslim.
Orang Inggris yang pertama kali memeluk Islam yang namanya
tetap bertahan dalam catatan sumber-sumber literatur Inggris seperti The
Voyage Made to Tripoli (1583) adalah John Nelson. Ia adalah putera perwira
rendah anggota pasukan pengawal Ratu Inggris.
Pada tahun 1636 telah dibuka jurusan bahasa Arab pada
Universitas Oxford. Dan diketahui bahwa Raja Inggris Charles I telah mengoleksi
manuskrip-manuskrip yang berbahasa Arab dan Persia. Perpustakaan Bodleian di
Oxford memiliki manuskrip surat al-Walid (Sultan Maroko) yang ditujukan kepada
Raja Charles I.
Kekacauan perang sipil mungkin menjadi pendorong beberapa
orang Inggris untuk memutus hubungan tradisi yang baik, sehingga sebuah catatan
yang dibuat tahun 1641 dengan mengacu kepada sebutan “sebuah sekte penganut
Muhammad” (a sect of Mahomatens) dinyatakan “telah ditemukan di sini, di
London”. Pada sekitar tahun 1646 Raja Charles diasingkan ke Oxford setelah
dikepung oleng angkatan bersenjata pimpinan Cromwell. Pertempuran terburuk
pecah dan berakhir pada kekalahan pasukan yang setia kepada raja. Pada bulan
Desember 1648, Dewan Mechanics dari New Commonwealth menyuarakan sebuah
toleransi bagi berbagai kelompok agama termasuk Muslim. Setahun kemudian, 1649,
terjadi even penting dalam perjalanan sejarah Muslim di Inggris di mana
Al-Quran untuk pertama kalinya diterjemahkan di Inggris oleh Alexander Ross dan
kemudian dicetak. Pencetakan itu sampai menghasilkan edisi kedua. Fakta ini
membuktikan bahwa terjemahan al-Quran mengalami jangkauan sirkulasi yang luas
di kalangan masyarakat Inggris.
Ketika Cromwell menjadi penguasa tunggal Inggris di tahun
1649, acuan kepada Islam dan kaum Muslim menjadi bagian dari diskusi yang
menggejala pada saat itu. Musuh-musuh Cromwell menyerang kaum revolusioner
karena mereka tidak menaruh respek kepada para pendeta dan menolak ajaran dan
pendapat resmi petinggi Gereja Anglikan. Musuh-musuh Cromwell mencemooh dengan
mengatakan, “Sungguh, jika pengikut-pengikut Kristiani mau bahkan rajin membaca
dan mengamati hukum dan sejarah Muhammad, mereka boleh jadi merasa malu ketika
melihat betapa tekun dan bersemangat para pengikut Muhammad dalam mengerjakan
ketaatan kewajiban, kesalehan dan amal ibadah; betapa tulus ikhlas, suci dan
takzimnya di dalam masjid, begitu taat kepada para ulama mereka. Bahkan orang
Turki terhormat sekalipun tidak akan mencoba melakukan sesuatu tanpa
berkonsultasi dengan muftinya.” Kaum revolusioner dikritik karena mereka hanya
mengikuti otoritas-otoritas keagamaan yang dideklarasikan oleh mereka
sendiri. Sementara, sultan sekalipun sangat memperhatikan nasihat-nasihat mufti
dalam persoalan keagamaan. Penulis-penulis lain yang tidak menaruh simpati
kepada revolusi Cromwell membandingkan para profesor agama orang-orang Turki
dengan kaum puritan Cromwell. Dan layak diketahui bahwa di kalangan orang dekat
Cromwell terdapat orang-orang hebat seperti Henry Stubbe, sarjana ahli bahasa
Latin, Yunani, dan Hebrew, dan terdapat pula sahabat Cromwell yang lain,
Pocock, seorang profesor yang ahli bahasa Arab di Oxford.
Cromwell dan sekretarisnya, John Milton, menunjukkan
keakrabannya kepada al-Quran. Hal itu tergambar dalam sebuah surat yang
dikirimkan kepada penguasa Muslim Al-Jazair di bulan Juni 1656. Dalam suratnya
Cromwell menyatakan: “Cromwell mengharapkan pihak yang dikirimi surat
agar mematuhi persetujuan dagang antara kedua negara karena tabaiat agama Islam
adalah ‘kami sekarang, pada saat ini, merasa perlu untuk menyukai Anda yang
telah memaklumkan diri Anda sendiri sampai saat ini dalam segala hal untuk
menjadi orang yang mencintai kebenaran, membenci kebatilan, mematuhi amanah
dalam perjanjian.’ Kata-kata terakhir menegaskan deskripsi yang tepat mengenai
Islam sebagai sebuah agama yang mengajak kepada kebenaran dan menanggalkan
perbuatan batil.” Cromwell banyak mengutip teks-teks al-Quran dalam
berkomunikasi melalui surat. Tidak hanya ditujukan kepada kaum Muslim di
seberang lautan, tetapi juga orang-orang Kristen yang tinggal di England dan
kepulauan Inggris selebihnya.
0 komentar:
Posting Komentar