Kamis, 10 November 2016

perkembangan kerajaan islam di jawa






Ada berbagai macam teori yang menyatakan tentang masuknya Islam ke Nusantara. Beberapa teori tersebut ada yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7, abad ke-11, dan sebagainya. Dari teori tersebut, proses sentuhan awal masyarakat Nusantara dengan Islam terjadi pada abad ke-7 melalui proses perdagangan , kemudian pada abad selanjutnya Islam mulai tumbuh dan berkembang. Selanjutnya melahirkan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Seperti kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, antara lain Samudera Pasai, Aceh, Minangkabau. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, antara lain, Demak,Pajang,Mataram,Cirebon,Banten. 


B. Kerajaan-Kerajaan Islam Di Jawa
1. Kerajaan Demak
 
 Hasil gambar untuk kerajaan demak
 
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya merupakan daerah bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para adipati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.[20]
Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, di antaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan Islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia melanklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan Majapahit. Selain itu, Patah juga mengadakan perlawanan terhada portugis, yang telah menduduki Malaka dan ingin mengganggu Demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518.[21]
Dalam bidang dakwah Islam dan pengembangannya, Raden Patah mencoba menerapkan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisongo.
Di antara ketiga raja Demak, Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan Kusultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa Trenggana, daerah kekuasaan Demak meliputi seluruh Jawa serta sebagian besar pulau-pulau lainnya.
Cepatnya kota Demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan dakwah Islam ke seluruh Jawa.[22]
2. Kerajaan Pajang
 
 Hasil gambar untuk kerajaan pajang
 
Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman. Sebelumnya, kerajaan Islam selalu berada di daerah pesisir, karena Islam datang melalui para pedagang dari Asia Barat yang berlabuh di pesisir.[23]
Sultan pertama pajang adalah Mas Kerebet. Ia berasal dari Pangging, desa di lereng Gunung Merapi sebelah tenggara. Mas Karebet memiliki nama lain, yakni Jaka Tingkir. Tingkir adalah nama tempat Mas Karebet dibesarkan. Oleh Raja Demak ketiga, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dinikahkan dengan anak perempuannya.[24]
Setelah Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546, anaknya yang bernama Sunan Prawoto diangkat sebagai penggantinya. Akan tetapi, ia kemudian meninggal terbunuh dalam perebutan kekuasaan oleh keponakannya sendiri, yaitu Arya Panangsang.
Selanjutnya, Arya Penangsang menjadi penguasa Demak. Namun karena Kadipaten Pajang juga telah beranjak kuat dan memiliki wilayah yang luas terjadilah pertentangan antara Jaka Tingkir dan Arya Penangsang. Dengan bantuan dari kadipaten-kadipaten lainnya yang juga tidak menyukai Arya Penangsang, Jaka Tingkir akhirnya berhasil membunuh Arya Penangsang.
Sebagai raja Pajang, Jaka Tingkir bergelar Sultan Adiwijaya (1568 – 1582). Gelar itu disahkan oleh sunan Giri, dan segera mendapat pengakuan dari para adipati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebagai langkah pertama peneguhan kekuasaan, Adiwijaya memerintahkan agar semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Setelah itu, ia menjadi salah satu raja yang paling berpengaruh di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di Jawa pedalaman ke arah timur sampai daerah Madiun, di aliran anak bengawan Solo yang terbesar. Tahun 1554, Blora, dekat Jipang, diduduki pula. Kediri ditundukannya pada tahun 1577. tahun 1581, sesudah usia sultan Adiwijaya melampaui setengah baya, ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur.[25]
Kesultanan Pajang adalah kesultanan Islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya agraris, karena secara geografis pajang jauh terletak di pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman. Pada masa pemerintahan Sultan Adiwijaya, Pajang berusaha mengembangkan kesusasteraan dan kesenian Islam.[26]
3. Kerajaan Mataram
 
 Hasil gambar untuk kerajaan mataram
 
Pada waktu Sultan Adiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi adipati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Adiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi Adipati di Mataram. Setelah menjadi Adipati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Adiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran Benawa (putra Adiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Kota Gede pada tahun 1568 M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.[27]
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi rintangan. Para adipati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan adipati-adipati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai Pasuruan (Jatim).
Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para adipati yang memberontak, seperti Adipati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.[28]
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana.[29]
Kerajaan Mataram menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam


By : http://arkisejarah.blogspot.co.id/2012/04/pertumbuhan-dan-perkembangan-kerajaan.html
                                                                                                  
Share:

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. tidak informatif tolong diperbaiki lagi di edit yang baik ya dek kamu itu perlu belajar lagi, mengerti?

    BalasHapus
  3. lagu nya tidak sesuai dengan tema blog nya tolong di ganti dengan lagu nya opick ya dek

    BalasHapus
  4. bilaaa waktu tlah berlaluuuuu teman sejati tinggalah sepiiii ... iiii...

    BalasHapus

statcounter

Flag Counter

music

lagu

https://soundcloud.com/blackapple-xian/g-dragon-x-taeyang-good-boy https://soundcloud.com/morvenmundi/taeyang-ringa-linga

song

https://soundcloud.com/morvenmundi/taeyang-ringa-linga
Diberdayakan oleh Blogger.

Unordered List

Purple Halloween Bat

Pages